Monday, June 16, 2008

Rindu....................

Rindu...rindu...rindu......
Itulah kata yang terucap dari lubuk hatiku kepada diriku sendiri, rindu kepada siapa pikirku, rindu pada suasana kampung halamanku, aku rindu akan sejuknya udara Sibolangit dan segarnya air Sibolangit tidak seperti disini bersih, rapi tapi hampa dan tidak berwarna....
Khusus aku juga rindu kepada keluargaku, bekerja dengan mereka setiap hari setiap waktu di kios yang kami bangun bersama.......
o....my dear aku juga sangat rindu ama kam sayang, ini menyayat dalam hatiku, aku sangat rindu kepadanyam, kapan aku bisa menatap wajahnya yang cantik, dan lugu, bijaksana, setiap aku mengingat dia, aku hanya teringat dengan panggilan akarabnya kepada....uwa...uwa...
I love you my honey...
Kutunggu kam di Jakarta sayang, kita akan bertemu disana... dan menghabiskan waktu bersama disana, berlibur bersama, berfoto ria....

4 hari lagi aku akan pulang dari sini, Jerman dan aku akan sangat senang kembali ke negeri asalku, disini bosan, tidak enak dan capek dengan pekerjaan steward setiap harinya, aku memang menyenangi pelayanan ini, tapi aku mau tidak selama ini.....

O Tuhan Yesus aku berdoa kepadamu, berikanlah aku kekuatan setiap harinya untuk dapat menjalani hari-hariku disini, berkati juga lah semua temanku disini agar kami dapat bekerja sama satu dengan yang lainnya agar tujuan pelayanan bersama dapat dilaksanakan dengan baik..
Terima Kasih Tuhan amin...


I miss U dear

Saturday, June 14, 2008

Kepemimpinan Yesus.....


Banyak orang salah mengerti tentang kepemimpinan. Mereka beranggapan bahwa kepemimpinan melekat di dalam kekuasaan, posisi atau jabatan. Anggapan klasik tentang kepemimpinan adalah seseorang yang memiliki posisi tertentu atau jabatan tertentu di dalam sebuah organisasi. Melalui posisi, kedudukan dan kekuasaan yang dimilikinya. Ternyata semua itu tidak betul. Pemimpin tidaklah lahir dari kedudukan atau posisi. Bahkan lebih dari itu, pemimpin tidak dilahirkan tetapi dibentuk.

Banyak orang yang menjadi pimpinan di sebuah organisasi telah salah kaprah bertahun-tahun menganggap dirinya (lahir) sebagai seorang pemimpin. Yang disebut pemimpin bukanlah pimpinan. Kepemimpinan, seperti disebutkan oleh John Maxwell dalam bukunya Developing Leader within You, adalah pengaruh. Dengan demikian, pemimpin adalah seseorang yang memiliki pengaruh kepada orang lain. Semakin luas pengaruhnya maka semakin besar lingkup kepemimpinannya. Pengaruh apa? Pengaruh untuk bergerak mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Ken Blanchard menulis di dalam bukunya Lead Like Jesus seperti ini, Leadership is process of influence. Anytime you seek to influence the thinking, behavior, or development of people toward accomplishing a goal in their personal or professional lives, you are taking on the role of a leader. Artinya kurang lebih seperti ini. Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi. Setiap kali seseorang berusaha mempengaruhi cara berpikir, perilaku atau perkembangan orang lain untuk mencapai tujuan hidupnya, seseorang itu sedang menjalankan perannya sebagai pemimpin.

Memimpin Seperti Yesus
Para pakar kepemimpinan kini banyak menggunakan Yesus dan ajaran-Nya sebagai sebuah model kepemimpinan. Di antara sekian banyak teori kepemimpinan yang berkembang akhir-akhir ini, Injil kembali menjadi bahan pengajaran kepemimpinan dengan menempatkan Yesus sebagai modelnya. Yesus adalah seorang pemimpin bahkan pemimpin yang besar. Ajaran Yesus di dalam Injil adalah sebuah pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership), yang hingga kini masih sangat relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen dimanapun dikembangkan dan dipraktekkan. Mengapa Yesus?

Di dalam tiga setengah tahun pelayanan-Nya di bumi, Yesus memimpin 12 orang murid yang akhirnya menjadi ujung dari ‘ujung tombak’ pemberiaan Injil ke seluruh dunia. Dari orang-orang Galilea, kasar dan tak berpendidikan, Yesus mencetak 12 Rasul yang penuh dedikasi, berkarakter seperti diri-Nya dan berhasil meneruskan apa yang menjadi keinginan-Nya. Yesus membentuk mereka menjadi seorang pemimpin melalui pengajaran dan gaya hidup, dimana mereka bergaul langsung dengan-Nya dari hari ke hari dan mendengar langsung pengajaran-Nya di setiap waktu. Kekristenan yang kita dalami hari-hari ini tidak pernah dapat dilepaskan dari peranan para rasul yang berhasil di dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal ini, Yesus membuktikan satu hal, pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan. Apa saja yang Yesus ajarkan kepada para murid-Nya?

Dalam model Yesus, seorang pemimpin adalah seorang yang mengubahkan. Pemimpin membawa pengaruh untuk menghasilkan perubahan di dalam diri orang lain. Dalam konteks pendidikan, gereja, lembaga pemerintahan, dapat ditarik paralelnya. Seseorang yang menduduki posisi puncak barulah disebut sebagai pemimpin jika kehadirannya membawa perubahan positif bagi orang-orang disekitarnya. Perubahan nilai di dalam diri orang-orang (yang terkena pengaruh tersebut) akan membentuk sebuah sistem nilai yang juga baru di lingkungan dimana orang-orang itu berada. Fokus utamanya adalah pembentukan nilai-nilai di dalam diri orang lain, sehingga terbentuk sebuah karakter dan kebiasaan (habits) yang bagus dan luar biasa, yang mencerminkan Kristus.

Mengajar Perubahan
Yesus mengajar kepada para murid-Nya untuk menjadi agen perubahan. Di dalam Matius 9:16-17 dikatakan “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya”

Perubahan berarti lahirnya sesuatu yang baru dan benar-benar baru. Melalui keberadaan kita di komunitas, kita dituntut membawa dan melahirkan perubahan. Bukan justru menunda terjadinya perubahan dengan alasan tradisi. Perubahan adalah proses untuk maju. Orang yang tidak mau berubah sesungguhnya tidak punya dunia baru. Dirinya tidak ubahnya seperti kantong anggur lama yang siap ‘sobek’ karena diisi dengan anggur baru.

Ada tiga tipe orang di dalam menyikapi perubahan. Tipe pertama adalah tipe orang yang anti perubahan. Golongan ini tidak mau terjadi perubahan dan mempertahankan ‘status quo’. Dalam dunia pelayanan Yesus, mereka adalah kaum Farisi. Kelompok agama ini takut sekali dengan dinamika perubahan yang terjadi saat Yesus mulai terlihat di mengajar dimana-mana. Kelompok anti perubahan adalah kelompok yang tidak mau perubahan terjadi karena hal itu akan sangat merugikan kepentingan mereka sendiri. Kalaupun perubahan terjadi, mereka cuma akan mengkritisi perubahan tersebut dan menonton-nya dari jauh. Tipe kedua adalah tipe yang mengikuti perubahan. Dalam kelompok ini, ketika perubahan terjadi, orang-orang akan menerjunkan diri didalamnya dan mengikuti arus perubahan tersebut, melakukan penyesuaian-penyesuaian dan turut berubah. Tetapi bukan kedua golongan tersebut yang Yesus maksudkan. Dia justru menghendaki (tipe ketiga) kita sebagai agen perubahan; orang-orang yang menciptakan perubahan dimanapun mereka berada. Tentu saja perubahan dimaksud adalah perubahan positif.

Konteks perubahan yang Yesus maksudkan adalah perubahan transformatif. Prosesnya seperti urut-urutan biologis perubahan kepompong menjadi kupu-kupu yang indah.

Kepemimpinan yang Melayani
Selain berbicara tentang perubahan, Yesus mengajar sebuah hal penting yang tidak pernah ada di dalam teori kepemimpinan kontemporer, yakni kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Kalaupun akhir-akhir ini banyak teori kepemimpinan yang melayani telah dikembangkan dimana-mana, sebetulnya, ide tersebut digali dari pengajaran Yesus tentang kepemimpinan yang melayani.

Jika dicermati, melayani adalah sebuah unsur yang sangat mewarnai kepemimpinan Yesus. Dalam bukunya Chief Executive Officer, Laurie Beth Jones mengatakan, “Dia melayani orang-orang-Nya”. Bahkan dapat dikatakan bahwa melayani adalah jiwa dari kepemimpinan rohani yang Yesus ajarkan kepada anak-anak-Nya. Charles R. Swindoll, dalam bukunya Improving Your Serve: The Art of Unselfish Living, menulis sebagai berikut. “Ia datang untuk melayani dan memberi. Oleh karena itu tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa Tuhan juga menghendaki hal yang sama dalam diri kita. Setelah kita ditebus menjadi anak-Nya melalui iman kita kepada Kristus, Tuhan ingin membentuk kita agar memiliki karakter yang telah menjadikan Kristus berbeda dari orang-orang lain pada zaman-Nya. Tuhan berkehendak untuk mengembangkan sikap melayani dan memberi dalam diri setiap anak-Nya, sama seperti yang dimiliki oleh Kristus”.

Konsep utama Yesus tentang kepemimpinan yang melayani, terlihat di dalam kalimatnya berikut ini. "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.” (Matius 20:25).

Melalui perkataan-Nya itu Yesus ingin membuat perbandingan bahwa kepemimpinan dengan gaya dunia memiliki ciri-ciri otokratis; lebih banyak memerintah daripada melayani pengikut; lebih banyak menempatkan pimpinan sebagai bos daripada pemimpin. Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin justru harus menjauhi hal-hal berbau otokratis. Gaya otokratis bertolak belakang dengan yang Yesus kehendaki dan tampilkan, yakni kasih dan pengampunan.

Pemimpin yang otokratis tidak mau merendahkan dirinya di hadapan pengikutnya, terlebih tidak mau melayani pengikutnya. Ia bahkan tidak memiliki kasih. Sebaliknya, bagi Yesus, pemimpin adalah pelayan bagi pengikut. Bukan penguasa. Kepemimpinan ada bukan untuk memerintah tetapi untuk melayani. Hal tersebut sangat jelas di dalam kalimatnya yang sangat terkenal, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:43-44)

Di dalam nats tersebut jelas terlihat ajaran Yesus bahwa langkah pertama untuk belajar memimpin, adalah belajar mengikuti dengan cara memposisikan diri sebagai hamba. Hamba selalu mengikuti apa yang dikatakan tuannya.

Pada waktu Yesus menyampaikan kalimat-Nya tersebut Ia ingin mengakhiri kontroversi di kalangan murid-murid-Nya sendiri tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Semua murid-murid itu adalah pemimpin yang sedang dipersiapkan dan kematangan mereka sebagai seorang pemimpin ditentukan oleh masa-masa latihan bersama Yesus. Persoalannya adalah murid-murid dikacaukan oleh pemahaman yang salah tentang kepemimpinan. Mereka lebih cenderung memahami kepemimpinan sebagaimana pemerintah-pemerintah bertangan besi, dan keras terhadap rakyatnya sehingga mereka ingin menirunya.

Kepemimpinan dunia yang diktator bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat orang lain tunduk dan taat kepada pemimpinnya. Lagipula, di dalam kerajaan Allah, bukan model kepemimpinan seperti itu yang Yesus ajarkan. Menjadi yang pertama bukan berarti menguasai yang lain di posisi yang lebih tinggi. Bukan pula menjadi seorang yang mengontrol, mengeksploitasi atau mendominasi orang lain. Pada waktu Yesus berkata, “Jikalau kamu ingin menjadi yang pertama,” maksud-Nya menunjuk pada kepemimpinan yang artinya pertama di dalam barisan atau kumpulan. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa keutamaan dalam kepemimpinan bukanlah dibangun di atas dasar kekuasaan.

Memimpin seperti Yesus (lead like Jesus) bukanlah perkara yang mudah tetapi sekaligus juga bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Modalnya cuma satu yakni hati. Yesus mengajarkan kepemimpinan hamba dan melayani, pada intinya, terpusat pada apa yang ada di dalam hati seorang pemimpin. Hati akan menentukan apa yang terlihat keluar.

Pemimpin dengan hati drakula cuma hadir untuk menjajah orang lain, memanfaatkan sistem corrupt untuk kepentingannya sendiri dan tidak memiliki integritas untuk memperjuangkan kebenaran. Tipikal pemimpin model ini sekarang telah direpresentasikan dimana-mana, di lingkungan birokrat, politikus, pelayan masyarakat bahkan di dalam gereja. Mereka menganggap dirinya sebagai pemimpin. Padahal, mereka adalah hamba ambisi, hamba upahan dan hamba kekuasaan. Gereja dan kalangan pemerintahan khususnya, sudah mengalami krisis di dalam hal kepemimpinan yang melayani. Orang-orang itu tidak melayani karena mereka ‘harus’ melayani sebagai sebuah tanggung jawab. Mereka melayani karena beban pekerjaan, upah atau motivasi lainnya.

Pemimpin dengan hati Yesus tidak hadir dengan kekuasaan. Dia hadir dengan fungsi di dalam dirinya dan fungsi ini mengarah pada tindakan untuk menghormati, melayani dan membuat sesuatu terjadi di dalam diri orang lain. Tipikal pemimpin seperti inilah yang menjadi ideal kita bersama dan tentu saja harus kita perjuangkan. Sudah bukan zamannya lagi pemimpin menjadi bos bagi anak buahnya. Pemimpin yang punya hati sebagai hamba justru seorang pemimpin yang besar. Tangan Tuhan yang kuat akan mempromosikannya. Coba buktikan.

Jhon Pratama

Friday, June 13, 2008

Ketika seorang anak Lahir......


Di tempat yang tinggi dan dingin, Karo Highland itulah yang dipanggil oleh orang-orang bule, Tanah Karo itulah yang dipanggil oleh orang Indonesia...
Taneh karo ni kalak karo.....he...he...
Disana berdiri sebuah rumah sakit kecil yang disebut rumah sakit Ester...
Ada apa dengan rumah sakit Ester.... o rupa.rupanya ada suatu hal yang terjadi disana tepatna tanggal 3 Mei tahun 1986 seorang bayi laki-laki telah diberikan oleh Tuhan kepada pasangan P. Tarigan dan A. br Sembiring, semuanya berbahagia ketika mendengar tangisan bayi yang lahir itu......
Uniknya ketika sorang orang tua ditanya mengapa anak ini harus lahir di Tanah Karo, Kota Kabanjahe, dan mereka menjawab itu karena tidak ada bidan yang bisa membantu anak ini lahir....

Singkat cerita, anak ini bertumbuh dengan baik dengan bimbingan orang tua, dan dia kepada mamanya untuk diberi nama dan diberilah dia nama Jhon Pratama Tarigan, itulah aku..

ni liat fotonya diatas sesudah berumur 21 tahun

Welcome to Germany

Ini adalah tulisan pertamaku......
Malam itu, tanggal 6 Juni 2008 aku susah tidur karena aku tahu besok aku akan pergi ke negeri orang... he..he... ke negeri orang gitu lho...
Aku senang sekali karena ini pertama kalinya aku akan pergi jauh dari keluarga dan pacar yang aku cintai, paginya aku bangun jam 06.00 cepat sekali dan mulai menyusun barang-barang yang aku butuhkan selama di negeri orang tersebut.....
eh jadi lupa deh negeri orang itu adalah Jerman, disana aku akan kerja keras jadi pembantu eh stewards untuk sidang Raya UEM (United Evangligical Mission) tiga benua gitu lho.....
Singkat cerita.... aku sudah selesai menyusun barang-barang ku, dan ponselku berdering sms, aku baca dan isinya aku harus cepat sampai polonia medan karena disana masih harus ada yang diisi di kantor imigrasi....
Jadi rencana semula untuk berangkat bersama keluarga jam 12 siang di percepat deh jadi jam 10 pagi, aku juga telpon pacarku karena dia juga akan ikut mengantar aku,
dan jam 10 pas kami berangkat dari sibolangit dan tiba di Polonia jam 12 siang, di parkiran kami makan siang dari nasi yang kami beli di jalan.....
Melihat Mamak, Bapak dan Adikku serta pacarku makan dalam hati aku berkata kita akan berpisah selam hampir sebulan, aku akan sangat merindukan kalian..... tapi aku tidak berlarut-larut disana, selesai makan aku dan temanku David Lase check in ke pesawat yang kami tumpangi Malaysia Airlines, abis check ini kami kembali ke luar bandara menemui keluarga dan berpisah disana, dipesawat aku bahagia bercampur sedih karena aku berpisah dengan pacarku untuk waktu sementara.....
Pesawat terbang tinggi dan 55 menit kemuadian kami tiba di Kuala Lumpur dan transit hingga pukul 23.00 malam waktu setempat ( Kuala Lumpur lebih cepat 1 jam dari Medan)....
Di Bandara kami berjalan-jalan dan dan berfoto bersama, dengan David juga dengan Kak Santi yang ingin ke Frankfrut, dia berasal dari padang.... Sumatera Barat.
Tiba pukul 23.00 kami boarding ke Pesawat, dan aku sangat terkejut.... pesawatnya besar bangen kami naik Dutch Royal (KLM), wakut yang dibutuhkan ke Bandara Schipol, Amsterdam adalah 16 jam dari Kuala Lumpur...
Selama perjalanan aku sangat bosan karena rasa letigh yang menimpaku.... mau makan malas, mau nonton gak enak jadi aku hanya duduk dan cerita-cerita dengan orang yang disebelahku, dia mau ke Eropa untuk Meeting, dia dari Sydney Australia.........
Jam 5.30 pagi kami sampai di Amsterdam dan berkeliling dengan teman satunya lagi Deltania yang kami temui di Kuala Lumpur... Di Amterdam kami bertemu lagi dengan delegasi dari Africa, dari sana kami naik Bis ke Emshaven dan Naik Ferry ke Borkum Island...
Setibanya di Borkum kami naik train lagi ke tempat pertemuan.....
Capek dech pokoknya.... sampai di Kamar yang di beri aku hanya berkata... Welcome to Germany dan kemudian bobok dech..

God Bless Me